Shibori: Seni Pewarnaan yang Filosofis
Shibori bukan
sekadar teknik mewarnai kain; ia adalah wujud filosofi ketekunan, kesabaran, dan
spontanitas dalam berkarya. Setiap pola yang dihasilkan adalah unik, karena
bergantung pada lipatan, ikatan, tekanan, dan takaran pewarna. Bahkan kain
dengan teknik yang sama pun akan menghasilkan motif berbeda—sebuah cerminan
keindahan dalam ketidaksempurnaan, atau yang dikenal dalam budaya Jepang
sebagai wabi-sabi.
Shibori Masuk ke Indonesia
Masuknya teknik
shibori ke Indonesia tidak dapat dipisahkan dari era globalisasi dan pertukaran
budaya yang semakin intensif. Sekitar awal tahun 2000-an, teknik ini mulai
diperkenalkan dalam komunitas perajin tekstil dan lembaga pelatihan
keterampilan. Seiring meningkatnya minat pada kerajinan tekstil ramah
lingkungan dan handmade, shibori menjadi populer dalam berbagai pelatihan
kewirausahaan, termasuk program-program pelatihan seperti yang digelar LKP dan
Dinas Kebudayaan.
Di Indonesia,
teknik ini kadang disandingkan dengan jumputan atau ikat celup khas daerah
seperti Palembang dan Yogyakarta, karena memiliki kemiripan dalam teknik dasar,
meski secara sejarah dan motif, keduanya berasal dari akar budaya berbeda.
Shibori dan Fashion Kontemporer
Dalam dunia fashion,
shibori mengalami kebangkitan. Tidak hanya sebagai teknik tradisional, shibori
kini hadir dalam rancangan busana kontemporer seperti outer, gaun, blus, hingga
aksesori. Banyak desainer muda Indonesia yang memadukan teknik ini dengan
siluet modern, menjadikannya tren baru yang diminati pasar lokal hingga
internasional.
Keunikan shibori
juga memberikan nilai tambah pada produk fashion. Karena pola yang dihasilkan
tidak bisa sama persis, setiap produk menjadi limited edition secara
alami. Nilai inilah yang kemudian dimanfaatkan dalam bisnis fashion handmade
dan eco-fashion—pasar yang terus berkembang di tengah isu keberlanjutan
lingkungan.
Edukasi dan Pelatihan Shibori
Sejumlah LKP (Lembaga Kursus dan Pelatihan) di Indonesia, seperti LKP Kriya Busana Majapahit, telah menjadikan pelatihan shibori sebagai bagian dari program kewirausahaan. Peserta tidak hanya diajarkan teknik dasar pewarnaan, tetapi juga diarahkan untuk mengembangkan produk fashion yang bernilai jual. Ini membuktikan bahwa shibori tidak sekadar seni, tetapi juga peluang ekonomi kreatif yang menjanjikan.
Penutup
Shibori adalah contoh bagaimana teknik tradisional dari belahan dunia lain dapat berkembang dan menemukan tempatnya di hati masyarakat Indonesia. Tidak hanya memperkaya khazanah tekstil, tetapi juga membuka ruang baru dalam dunia pendidikan vokasi dan industri kreatif berbasis budaya.
Posting Komentar untuk "Menelusuri Jejak Shibori: Dari Jepang Kuno ke Panggung Fashion Indonesia"