Menelusuri Jejak Shibori: Dari Jepang Kuno ke Panggung Fashion Indonesia

Sobat Kriya! Shibori adalah teknik pewarnaan kain tradisional dari Jepang yang dikenal karena pola-pola indah yang dihasilkan melalui proses ikat dan celup. Nama “shibori” sendiri berasal dari kata kerja shiboru yang berarti memeras, memuntir, atau mengikat. Teknik ini sudah ada sejak abad ke-8 dan berkembang menjadi berbagai gaya, seperti kanoko shibori (ikat titik), arashi shibori (pola hujan), dan itajime shibori (lipat tekan menggunakan cetakan).

Shibori: Seni Pewarnaan yang Filosofis

Shibori bukan sekadar teknik mewarnai kain; ia adalah wujud filosofi ketekunan, kesabaran, dan spontanitas dalam berkarya. Setiap pola yang dihasilkan adalah unik, karena bergantung pada lipatan, ikatan, tekanan, dan takaran pewarna. Bahkan kain dengan teknik yang sama pun akan menghasilkan motif berbeda—sebuah cerminan keindahan dalam ketidaksempurnaan, atau yang dikenal dalam budaya Jepang sebagai wabi-sabi.

Shibori Masuk ke Indonesia

Masuknya teknik shibori ke Indonesia tidak dapat dipisahkan dari era globalisasi dan pertukaran budaya yang semakin intensif. Sekitar awal tahun 2000-an, teknik ini mulai diperkenalkan dalam komunitas perajin tekstil dan lembaga pelatihan keterampilan. Seiring meningkatnya minat pada kerajinan tekstil ramah lingkungan dan handmade, shibori menjadi populer dalam berbagai pelatihan kewirausahaan, termasuk program-program pelatihan seperti yang digelar LKP dan Dinas Kebudayaan.

Di Indonesia, teknik ini kadang disandingkan dengan jumputan atau ikat celup khas daerah seperti Palembang dan Yogyakarta, karena memiliki kemiripan dalam teknik dasar, meski secara sejarah dan motif, keduanya berasal dari akar budaya berbeda.

Shibori dan Fashion Kontemporer

Dalam dunia fashion, shibori mengalami kebangkitan. Tidak hanya sebagai teknik tradisional, shibori kini hadir dalam rancangan busana kontemporer seperti outer, gaun, blus, hingga aksesori. Banyak desainer muda Indonesia yang memadukan teknik ini dengan siluet modern, menjadikannya tren baru yang diminati pasar lokal hingga internasional.

Keunikan shibori juga memberikan nilai tambah pada produk fashion. Karena pola yang dihasilkan tidak bisa sama persis, setiap produk menjadi limited edition secara alami. Nilai inilah yang kemudian dimanfaatkan dalam bisnis fashion handmade dan eco-fashion—pasar yang terus berkembang di tengah isu keberlanjutan lingkungan.

Edukasi dan Pelatihan Shibori

Sejumlah LKP (Lembaga Kursus dan Pelatihan) di Indonesia, seperti LKP Kriya Busana Majapahit, telah menjadikan pelatihan shibori sebagai bagian dari program kewirausahaan. Peserta tidak hanya diajarkan teknik dasar pewarnaan, tetapi juga diarahkan untuk mengembangkan produk fashion yang bernilai jual. Ini membuktikan bahwa shibori tidak sekadar seni, tetapi juga peluang ekonomi kreatif yang menjanjikan.

Penutup

Shibori adalah contoh bagaimana teknik tradisional dari belahan dunia lain dapat berkembang dan menemukan tempatnya di hati masyarakat Indonesia. Tidak hanya memperkaya khazanah tekstil, tetapi juga membuka ruang baru dalam dunia pendidikan vokasi dan industri kreatif berbasis budaya.

Posting Komentar untuk "Menelusuri Jejak Shibori: Dari Jepang Kuno ke Panggung Fashion Indonesia"